Rekap

Membangun Masa Depan yang Berkeadilan: Menerapkan Transisi yang Adil di Lingkungan Perkotaan

Dalam webinar ini, para pemimpin iklim perkotaan dari Indonesia, Afrika Selatan, dan Tiongkok berbagi upaya terbaru negara mereka dalam menerapkan transisi yang adil di perkotaan.

UrbanShift webinar

Oleh Karishma Asarpota dan Saheel Ahmed (ICLEI - Local Governments for Sustainability)

Dalam webinar baru-baru ini UrbanShift Dalam webinar yang diadakan pada tanggal 24 Oktober 2024, para pemimpin iklim perkotaan dari Indonesia, Afrika Selatan, dan Tiongkok berbagi upaya terbaru negara mereka dalam menerapkan transisi yang adil di perkotaan: strategi yang memberdayakan masyarakat, memprioritaskan kesetaraan, dan bertujuan untuk tidak meninggalkan siapa pun.

Sesi ini dimoderatori oleh Dewi Sari, Climate Action Officer di ICLEI World Secretariat, yang menampilkan cara-cara inovatif yang dilakukan oleh negara-negara tersebut untuk menyelaraskan pembangunan perkotaan dengan tujuan iklim yang ambisius. Panelis yang hadir antara lain Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform di Indonesia; Dorah Marema, Kepala Portofolio Keberlanjutan Kota di Asosiasi Pemerintah Daerah Afrika Selatan (SALGA); Dr Junyi Hua, Profesor Madya di Ocean University of China; dan Emmanuel Azhar, Koordinator Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Balikpapan. Setiap pembicara memberikan perspektif yang unik, menyoroti kompleksitas dan strategi yang terlibat dalam mendorong transisi iklim yang inklusif dan adil di berbagai tingkat pemerintahan.

Komitmen Indonesia untuk Transisi Energi yang Berkeadilan

Fabby Tumiwa menguraikan langkah signifikan Indonesia menuju masa depan energi yang berkelanjutan. Ia membahas keterlibatan Indonesia dalam program Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP)yang diluncurkan pada saat Indonesia menjadi ketua G20 pada tahun 2022. Program ambisius ini menargetkan puncak emisi sektor energi pada tahun 2030 sebesar 290 juta ton CO2, dengan visi jangka panjang untuk mencapai emisi nol pada tahun 2060. Tumiwa menjelaskan bagaimana kemitraan ini datang dengan paket pendanaan sebesar $20 miliar, yang bersumber dari International Partners Group (IPG) dan entitas keuangan di bawah Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

Tumiwa menekankan bahwa JETP mencakup rencana yang kuat untuk reformasi kebijakan, strategi investasi, dan implementasi proyek. Hingga saat ini, enam proyek utama telah dimulai di bawah kemitraan ini, dengan inisiatif tambahan senilai hingga $2 miliar yang sedang dinegosiasikan. Ia menyoroti bahwa pada awal 2023, Sekretariat JETP telah dibentuk dan beberapa kelompok kerja telah dibentuk untuk mencapai target-target tersebut. Terlepas dari kemajuan yang dicapai, Tumiwa menekankan tantangan ke depan, termasuk menyelaraskan kebijakan pemerintah yang baru dan mendapatkan dukungan jangka panjang untuk menjaga momentum transisi yang adil.

Pendekatan Multi-Tingkat Afrika Selatan untuk Aksi Iklim

Dorah Marema merinci pendekatan komprehensif Afrika Selatan terhadap transisi yang adil dengan menjelaskan Transisi Energi Berkeadilan (JET) yang disetujui oleh Komisi Iklim Presiden pada tahun 2022. Kerangka kerja ini merupakan landasan untuk mendekarbonisasi ekonomi negara sambil menyeimbangkan kesetaraan sosial, mengingat ketergantungan negara tersebut pada industri padat karbon.

Marema mencatat bahwa pemerintah daerah adalah pemain penting dalam proses ini. SALGAtermasuk mencalonkan walikota untuk Komisi Iklim Presiden dan menjadi tuan rumah Konferensi Kota JET, yang mempertemukan 257 pemimpin kota dan pejabat tinggi pemerintah untuk menguraikan peran mereka dalam mengimplementasikan rencana transisi. Sesi ini juga mencakup pengembangan KPI seperti penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, dan langkah-langkah ketahanan iklim untuk memandu kota-kota dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Marema menekankan pentingnya pembangunan ketahanan, terutama bagi kota-kota di Afrika Selatan yang sering terkena dampak cuaca ekstrem seperti banjir. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemangku kepentingan lokal, nasional, dan internasional, serta mengamankan aliran dana yang memadai untuk mengurangi dampak iklim dan mengurangi kemiskinan energi.

Strategi Tiongkok untuk Adaptasi Berbasis Masyarakat

Dr Junyi Hua memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana Tiongkok mengintegrasikan aksi iklim ke dalam perencanaan kota, dengan fokus pada tingkat masyarakat. Ia menyampaikan bahwa Strategi Adaptasi Iklim Nasional Tiongkok tahun 2035 memberikan mandat kepada provinsi dan kota untuk mengembangkan rencana ketahanan iklim lokal dan sistem manajemen darurat yang kuat. Dr Hua menjelaskan bahwa adaptasi perkotaan di Cina melibatkan langkah-langkah "keras" dan "lunak", seperti peningkatan infrastruktur, pendidikan publik, dan tempat penampungan sementara selama cuaca ekstrem.

Salah satu pendekatan inovatif yang dibahas oleh Dr Hua adalah konsep "kota 30 menit", yang memastikan bahwa penduduk dapat mengakses layanan penting dalam waktu setengah jam untuk mengurangi kerentanan selama peristiwa iklim. Meskipun pemerintah daerah, komite lingkungan, dan LSM berkolaborasi dalam inisiatif ini, partisipasi yang lebih luas masih terus berkembang. Dr Hua menyebutkan bahwa data media sosial dan survei publik semakin banyak digunakan sebagai KPI untuk menilai keterlibatan dan kepuasan masyarakat terhadap aksi iklim.

Inovasi Lokal Balikpapan dalam Ketahanan Iklim

Emmanuel Azhar menyoroti contoh-contoh praktis dari Balikpapan, Indonesia, sebuah kota yang beradaptasi dengan tantangan iklim yang unik karena lokasinya yang berdekatan dengan ibu kota negara yang baru. Azhar menjelaskan tentang program Kampung Iklim, yang memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat untuk mengembangkan praktik-praktik berkelanjutan seperti pengelolaan limbah dan proyek-proyek pembangunan ketahanan.

Salah satu inisiatif penting adalah proyek pengolahan sampah menjadi energi di kota ini, yang menangkap gas metana dari tempat pembuangan sampah untuk memasok bahan bakar bagi 200 rumah tangga, sehingga menghasilkan penghematan tahunan dan memperpanjang usia TPA. Azhar juga berbicara tentang kolaborasi Balikpapan dengan perusahaan listrik negara untuk mengubah sampah organik menjadi bahan bakar padat. Terlepas dari kemajuan yang dicapai Balikpapan, masih ada tantangan dalam mengukur hasil energi terbarukan, yang diharapkan dapat diatasi dengan adanya kebijakan nasional yang lebih komprehensif.

Hal-hal Penting yang Dapat Dipetik

- Pentingnya Kemitraan: Upaya kolaboratif yang mencakup tingkat internasional, nasional, kota, dan masyarakat sangat penting untuk keberhasilan transisi yang adil.

- Melacak Keberhasilan melalui KPI: Alat pengukuran yang efektif diperlukan untuk memastikan bahwa tindakan iklim berdampak dan adil, dengan fokus pada keterlibatan publik, adopsi energi terbarukan, dan ketahanan.

- Penyertaan Strategi Adaptasi: Meskipun mitigasi merupakan elemen penting, adaptasi juga sama pentingnya untuk melindungi masyarakat yang rentan dari dampak buruk perubahan iklim.

Diskusi ini menggarisbawahi bahwa transisi yang adil tidak bersifat monolitik, tetapi membutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks dan tantangan lokal. JETP Indonesia yang berfokus pada keuangan dan kebijakan, kepemimpinan kota di Afrika Selatan, adaptasi berbasis masyarakat di Tiongkok, dan inovasi lokal di Balikpapan, semuanya menggambarkan berbagai jalan yang diambil oleh berbagai kota untuk mencapai masa depan yang adil dan berkelanjutan.


Tonton rekamannya di Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Mandarin.